Selasa, 05 Mei 2015

KAKA TETEH KABUPATEN PANDEGLANG

Kaka Teteh Pandeglang
Kaka dan Teteh Pandeglang adalah sebutan untuk Duta Wisata, Pemuda Dan Pembangunan Kabupaten Pandeglang. Dilaksanakan pertama kali pada tahun 2011 oleh DPD KNPI Pandeglang. Kaka dan Teteh Pandeglang ini, bernaung pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pandeglang.

Kaka dan Teteh Pandeglang bertugas sebagai Duta atau icon daerah (Kabupaten Pandeglang) dalam membantu pemerintah daerah membangun dan mempromosikan potensi-potensi daerah. Baik itu dalam bidang Kebudayaan, Pariwisata, dan lainnya.

Pemilihan Kaka dan Teteh Pandeglang kedepannya akan berlangsung rutin setiap satu tahun sekali, dimana pemenang Kaka Teteh Pandeglang akan diikutsertakan di Pemilihan serupa di tingkat Provinsi Banten, yakni Kang Nong Banten.

Dan tujuan dari Pemilihan Kaka Teteh Pandeglang yaitu mencetak Generasi Muda Kabupaten Pandeglang yang ideal, yakni Generasi Muda yang berlandaskan Iman dan Taqwa, menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), dan mempunyai daya saing, terampil, serta menguasai Kebudayaan dan Pariwisata baik Nasional, Provinsi Banten, maupun Kabupaten Pandeglang.

Pemenang Kaka Teteh Pandeglang
Tahun 2011,

Kaka Pandeglang: Abda Yuafi (Kec. Cisata)
Teteh Pandeglang: Astri Lestari (Kec. Pandeglang)
Wakil I Kaka Pandeglang: Muhamad Aghi Gumelar (Kec. Majasari)
Wakil I Teteh Pandeglang: Astri Oktawati (Kec. Pandeglang)
wakil II Kaka Pandeglang: Adhisajana Parahita Ananto (Kec. Pandeglang)
Wakil II Teteh Pandeglang: Fathya Rizkiati Sundani (Kec. Majasari)
Kaka Favorit Pandeglang: Muhamad Fahrizal (Kec. Cimanuk)
Teteh Favorit Pandeglang: Nurzahara Amalia (Kec. Menes)
Kaka Persahabatan Pandeglang: Endang Hidayatullah (Kec. Cadasari)
Teteh Persahabatan Pandeglang: Marsih (Kec. Cikeusik)
Tahun 2012,

Kaka Pandeglang: Asep Budianto (Kec. Koroncong)
Teteh Pandeglang: Dhini Gharat Fannai (Kec. Cisata)
Wakil I Kaka Pandeglang: Rendy Lazuardi Dengah (Kec. Pandeglang)
Wakil I Teteh Pandeglang: Anisa Septiani (Kec. Pandeglang)
wakil II Kaka Pandeglang: Asep Mulyadi (Kec. Cimanggu)
Wakil II Teteh Pandeglang: St. Roifatul Roihah (Kec. Majasari)
Kaka Harapan Pandeglang: Muiz Abdul Aziz (Kec. Saketi)
Teteh Harapan Pandeglang: Tria Utari Handayani (Kec. Karang Tanjung)
Kaka Favorit Pandeglang: Tb. Dian Kurniawan (Kec. Mandalawangi)
Teteh Favorit Pandeglang: Ainus Santy Pandita (Kec. Majasari)
Tahun 2013,

Kaka Pandeglang: Hasanudin (Kec. Menes)
Teteh Pandeglang: Jihan Amalia (Kec. Pandeglang)
Wakil I Kaka Pandeglang: Nurul Hadi (Kec. Cikeudal)
Wakil I Teteh Pandeglang: Dhea Linta (Kec. Majasari)
Wakil II Kaka Pandeglang: Aldi Septiadi (Kec. Karang Tanjung)
Wakil II Teteh Pandeglang: Fitri Marsela (Kec. Sumur)
Kaka Kader Anti Narkoba Terpilih: Rizki Iskandar (Kec. Saketi)
Teteh Kader Anti Narkoba Terpilih: Maya Shintya (Kec. Cadasari)
Kaka Persahabatan Pandeglang: Uhan Burhan (Kec. Carita)
Teteh Persahabatan Pandeglang: Meity Ayu Nursanty (Kec. Karang Tanjung)
Kaka Favorit Pandeglang: M. Maman Sumaludin (Kec. Menes)
Teteh Favorit Pandeglang: Sheila Monica (Kec. Labuan)
Kaka Kulit Sehat Pandeglang: Aldi Septiadi (Kec. Karang Tanjung)
Teteh Kulit Cantik Pandeglang: Ratih Chandraningsih (Kec. Pandeglang)
Tahun 2014,

Kaka Pandeglang: Ayyatulah Mudjahidin (Kec. Pandeglang)
Teteh Pandeglang: Saskia Lydia Kirana (Kec. Majasari)
Wakil I Kaka Pandeglang: Hikmat (Kec. Pandeglang)
Wakil I Teteh Pandeglang: Windi Daniati (Kec. Karang Tanjung)
Wakil II Kaka Pandeglang: Cep Dinar (Kec. Majasari)
Wakil II Teteh Pandeglang: Agnes Ferdian (Kec. Pandeglang)
Kaka Favorit Pandeglang: Danang Wahid Salim (Kec. Labuan)
Teteh Favorit Pandeglang: Mega Sylviani Widadi (Kec. Labuan)
Kaka Persahabatan Pandeglang: Abdullah (Kec.Sobang)
Teteh Persahabatan Pandeglang: Siska Ayuningtyas (Kec. Cikedal)

SEJARAH KABUPATEN PANDEGLANG-BANTEN

Sejarah
Nama "Pandeglang" yang sekarang digunakan ini baik sebagai Ibu Kota Kabupaten maupun sebagai nama Kabupaten hal ini ada beberapa pendapat antara lain :

Pandeglang yang berasal dari kata “Pandai Gelang” yang artinya orang tukang atau tempat menempa gelang. Pendapat ini terutama dikaitkan dengan legenda "Si Amuk" yang konon kabarnya pada Zaman Kesultanan Banten, di Desa Kadupandak ada seorang tukang Pandai (tukang besi) yang termasyur pandai.
Meriam Ki Amuk (samping)

Sultan Banten yang memerintah pada waktu itu menyuruh tukang pandai besa di desa tersebut untuk membuat gelang meriam yang bernama si AMUK, karena di daerah lain tukang pandai besi tidak ada yang sanggup untuk membuatnya. Oleh karena pandai besi tersebut berhasil membuatnya maka daerah Kadupandak dan sekitarnya disebut orang Pandeglang yang selanjutnya berkembang menjadi salah satu distrik di Kabupaten Serang;
Meriam Ki Amuk (depan)

Pandeglang berasal dari kata “Paneglaan” yang artinya tempat melihat ke daerah lain dengan jelas. Hal ini seperti dikemukakan dalam salah satu Buku “Pandeglang itu asal dari kata Paneglaan, tempat melihat ke mana-mana”. Sedikit kita nanjak ke pasir, maka terdapat sebuah kampung namanya “Sanghiyang Herang” patilasan orang dahulu, awas (negla) melihat kemana-mana yaitu “Pandeglang sekarang”.
Pandeglang berasal dari kata “Pani-Gelang” yang artinya “tepung gelang”. Pada Tahun 1527 Banten jatuh seluruhnya ke tangan Syarif Hidayatullah yang kemudian diperkuat untuk kepentingan perdagangan.
Sunda Kelapa yang diganti namanya menjadi Jayakarta sebagian dimasukan ke dalam Wilayah Banten. Cirebon kekuasaannya diserahkan kepada anaknya bernama Pangeran Pasarean yang wafat pada tahun 1552. Sedangkan Banten kekuasaannya diserahkan pada puteranya yang bernama Sultan Hasanudin (Tahun 1552-1570).

Pelabuhan Sunda Kelapa[sunting | sunting sumber]
Pada tahun 1568 Banten memutuskan hubungan kerajaan dengan Demak. Pengganti Hasanudin ialah Maulana Yusuf dari tahun 1570-1580. Penggantinya Maulana Muhammad (Ratu Banten) sebagai Sultan Banten III Tahun 1580-1596. Pada Tahun 1596 muncul orang-orang Belanda di Daerah yang kemudian mendirikan VOC pada tahun 1602. Tahun 1618 Belanda berselisih dengan Banten 1612 berdiri Batavia oleh Jan Viter Zeun Coen. Sultan Banten ke IV ialah Sultan Tirtayasa pada tahun 1651-1682. Pada tahun 1680 Sultan Ageng Tirtayasa berselisih dengan Sultan Haji yang minta bantuan pada Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjarakan di Batavia pada tahun 1692. Pada tahun 1750 timbul perebutan kekuasaan pada waktu Sultan Arifin (Sultan ke VI) Alim Ulama pada waktu itu mengangkat Ratu Bagus Buang. Keadaan ini oleh Belanda dianggap berbahaya, maka diangkatlah Pangeran Gusti sebagai penggantinya. Kenyataannya bukan mereda tetapi Kiyai Tapa dan Ratu Buang mengadakan perlawanan dan pengacauan di Daerah Bogor dan Priangan. Ketika zaman Deandels nasib Banten sama dengan nasib kerajaan lainnya di Pulau Jawa. Tahun 1809 Sultan Banten yang baru yaitu Sultan Muhamad harus menyerahkan Daerah Lampung kepada Batavia. Oleh karena itu Sultan Muhamad memindahkan Ibu Kota Kesultanan Banten ke Pandeglang.

Keresidenan Banten
Menurut Staatsblad Nederlands Indie No. 81 Tahun 1828 Keresidenan Banten di bagi menjadi 3 Kabupaten yaitu :

Kabupaten Utara yaitu Kabupaten Serang;
Kabupaten Selatan yaitu Kabupaten Lebak;
Kabupaten Barat yaitu Kabupaten Caringin.
Kabupaten Serang dibagi atas 11 Kewedanaan :
1. Kewedanaan Serang dibagi dalam Kecamatan Kalodian dan Cibening;
2. Kewedanaan Banten dibagi dalam Kecamatan Banten, Serang, Nejawang;
3. Kewedanaan Ciruas dibagi dalam Kecamatan Cilegon, Bojonegoro;
4. Kewedanaan Cilegon dibagi dalam Kecamatan Terate, Cilegon, Bojonegoro;
5. Kewedanaan Tanara dibagi dalam Kecamatan Tanara dan Pontang;
6. Kewedanaan Baros dibagi dalam Kecamatan Regas, Ander, Cicandi;
7. Kewedanaan Kolelet dibagi dalam Kecamatan Pandeglang dan Cadasari;
8. Kewedanaan Pandeglang dibagi dalam Kecamatan Pandeglang dan Cadasari;
9. Kewedanaan Ciomas dibagi dalam Kecamatan Ciomas Barat dan Ciomas Utara;
10. Kewedanaan Anyer tidak dibagi dalam Kecamatan-kecamatan;
Selanjutnya memperhatikan SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 24 Nopember 1887 Np. 1/c tentang Batas Kota Serang dan Bagian Kota Pandeglang, Caringin dan Lebak Pasal 29, 31, 33, 67c dan 131 Reglement (STBL Van Nederlanch India Tahun 1925 No. 380 LN. 1924 No. 74 Pasal 1) maka ditunjuk Kewedanaan Pandeglang, Menes, Caringin dan Cibaliung.

Kemudian berdasarkan Surat Menteri Jajahan tanggal 13 dan 20 Nopember 1873 No. LAA.AZ.No. 34/209 dan 28/2165 menetapkan bahwa : Jabatan Kliwon pada Bupati dan Patih dari Afdeling Anyer dan Serang dan Keresidenan Banten dihapuskan; Bupati mempunyai pembantu yaitu Mantri Kabupaten dengan gaji 50 gulden; Kepala Distrik mempunyai gelar Jabatan Wedana dan Onder Distrik mempunyai Gelar Jabatan Asisten Wedana; Berdasarkan Staatsblad 1874 No. 73 Ordonansi tanggal 1 Maret 1874, mulai berlaku 1 April 1874 menyebutkan pembagian daerah, diantaranya

Kabupaten Pandeglang dibagi 9 Distrik atau Kewedanaan sebagai berikut :
1. Kewedanaan Pandeglang;
2. Kewedanaan Baros;
3. Kewedanaan Ciomas;
4. Kewedanaan Kolelet;
5. Kewedanaan Cimanuk;
6. Kewedanaan Caringin;
7. Kewedanaan Panimbang;
8. Kewedanaan Menes;
9. Kewedanaan Cibaliung.
Kesimpulan

Di Pandeglang sejak tanggal 1 April 1874 telah ada pemerintahan. Lebih jelas lagi dalam Ordonansi 1887 No. 224 tentang batas-batas wilayah Keresidenan Banten, termasuk batas-batas Kabupaten Pandeglang. Dalam tahun 1925 dengan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 14 Agustus 1925 No. IX maka jelas Kabupaten telah berdiri sendiri tidak dibawah penguasaan Keresidenan Banten.
Atas dasar dan fakta-fakta tersebut dapat diambil beberapa alternatif :
1. Pada tahun 1828 : Pandeglang sudah merupakan Pusat Pemerintahan Distrik;
2. Pada tahun 1874 : Pandeglang merupakan Kabupaten;
3. Pada tahun 1882 : Pandeglang merupakan Kabupaten dan Distrik Kewedanaan;
4. Pada tahun 1925 : Kabupaten Pandeglang telah berdiri sendiri.
Dari keempat kesimpulan itu atas kesepakatan bersama kita telah menentukan 1 April 1874 sebagai Hari Jadi Kota Kabupaten Pandeglang.

LETAK GEOGRAFIS PROVINSI BANTEN

Wilayah Banten terletak di antara 5º7'50"-7º1'11" Lintang Selatan dan 105º1'11"-106º7'12" Bujur Timur, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 km². Provinsi Banten terdiri dari 4 kota, 4 kabupaten, 154 kecamatan, 262 kelurahan, dan 1.273 desa.

Wilayah laut Banten merupakan salah satu jalur laut potensial, Selat Sunda merupakan salah satu jalur lalu lintas laut yang strategis karena dapat dilalui kapal besar yang menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan kawasan Asia Tenggara misalnya Thailand, Malaysia, dan Singapura. Di samping itu Banten merupakan jalur penghubung antara Jawa dan Sumatera. Bila dikaitkan posisi geografis, dan pemerintahan maka wilayah Banten terutama daerah Tangerang raya (Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan) merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta. Secara ekonomi wilayah Banten memiliki banyak industri. Wilayah Provinsi Banten juga memiliki beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai antisipasi untuk menampung kelebihan kapasitas dari pelabuhan laut di Jakarta, dan ditujukan untuk menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura.

SEJARAH PROVINSI BANTEN

Banten atau dahulu dikenal dengan nama Bantam pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang terbuka, dan makmur. Banten pada abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyang atau prasasti Lebak, yang ditemukan di Kampung Lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul, Pandeglang, Banten. Prasasti ini baru ditemukan tahun 1947, dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian Raja Purnawarman. Setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanagara (menurut beberapa sejarawan ini akibat serangan Kerajaan Sriwijaya), kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Seperti dinyatakan oleh Tome Pires, penjelajah Portugis pada tahun 1513, Bantam menjadi salah satu pelabuhan penting dari Kerajaan Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut, Bantam adalah salah satu pelabuhan kerajaan itu selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa, dan Cimanuk.

Diawali dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten, yang dilanjutkan dengan merebut Banten Girang dari Pucuk Umun pada tahun 1527, Maulana Hasanuddin, mendirikan Kesultanan Banten di wilayah bekas Banten Girang. Dan pada tahun 1579, Maulana Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin, menghancurkan Pakuan Pajajaran, ibu kota atau pakuan (berasal dari kata pakuwuan) Kerajaan Sunda. Dengan demikian pemerintahan di Jawa Barat dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Hal itu ditandai dengan diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana, tempat duduk kala seorang raja dinobatkan, dari Pakuan Pajajaran ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa diboyong ke Banten karena tradisi politik waktu itu "mengharuskan" demikian. Pertama, dengan dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja baru. Kedua, dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusuf merupakan penerus kekuasaan Kerajaan Sunda yang "sah" karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga Maharaja.

Dengan dihancurkannya Pajajaran maka Banten mewarisi wilayah Lampung dari Kerajaan Sunda. Hal ini dijelaskan dalam buku The Sultanate of Banten tulisan Claude Guillot pada halaman 19 sebagai berikut: "From the beginning it was abviously Hasanuddin's intention to revive the fortunes of the ancient kingdom of Pajajaran for his own benefit. One of his earliest decisions was to travel to southern Sumatra, which in all likelihood already belonged to Pajajaran, and from which came bulk of the pepper sold in the Sundanese region."[3]

Ketika sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. de Barros, Bantam merupakan pelabuhan besar di Asia Tenggara, sejajar dengan Malaka dan Makassar. Kota Bantam terletak di pertengahan pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota itu panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa; masuk ke dalam ia lebih panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di mana kapal jenis jung dan gale dapat berlayar masuk. Sepanjang pinggiran kota ada sebuah anak sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu kecil saja yang dapat berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah benteng yang dindingnya terbuat dari bata, dan lebarnya tujuh telapak tangan. Bangunan-bangunan pertahanannya terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat, dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di tengah kota terdapat alun-alun yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan, dan kesenian rakyat, dan sebagai pasar di pagi hari. Istana raja terletak di bagian selatan alun-alun. Di sampingnya terdapat bangunan datar yang ditinggikan, dan beratap, disebut Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyatnya. Di sebelah barat alun-alun didirikan sebuah masjid agung.

Pada awal abad ke-17 Masehi, Bantam merupakan salah satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern pemerintahan, dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonomian masyarakat. Daerah kekuasaannya mencakup juga wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Lampung. Ketika orang Belanda tiba di Bantam untuk pertama kalinya, orang Portugis telah lama masuk ke Bantam. Kemudian orang Inggris mendirikan loji di Bantam, dan disusul oleh orang Belanda.

Selain itu, orang-orang Perancis, dan Denmark pun pernah datang di Bantam. Dalam persaingan antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai pemenang. Orang Portugis melarikan diri dari Bantam (1601), setelah armada mereka dihancurkan oleh armada Belanda di perairan Bantam. Orang Inggris pun tersingkirkan dari Batavia (1619) dan Bantam (1684) akibat tindakan orang Belanda.


Litografi berdasarkan lukisan oleh Abraham Salm dengan pemandangan di Banten (1865-1872)
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi, dan dekonsentrasi yang lebih luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang dibentuk di wilayah Hindia Belanda yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari 1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No. 27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Banten menjadi salah satu keresidenan yaitu Bantam Regentschappen dalam Provincie West Java di samping Batavia, Buitenzorg (Bogor), Preanger (Priangan), dan Cirebon.